JEJAK TANTRAYANA DI SITUS BUMIAYU
Main Article Content
Abstract
Agama Hindu Buddha mengenal aliran Tantrayana. Aliran ini bersifat gaib dan diajarkan secara lisan kepada pemeluknya. Aliran ini pernah berkembang di Nusantara dan sisa-sisa arca yang dipuja masih ditemukan di beberapa situs di Indonesia. Aliran Tantrayana juga berkembang di situs Bumiayu. Selanjutnya, permasalahan yang muncul adalah bagaimana penggambaran arca Tantrayana yang ada di Bumiayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan ciri arca Tantrayana di situs Bumiayu, dan hubungannya dengan arca Tantrayana lainnya di Pulau Sumatera (Padang Lawas dan Sungai Langsat). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif dengan penalaran induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal perkembangan agama Hindu di Bumiayu berkisar pada abad ke-9 Masehi, yang selanjutnya mendapat pengaruh aliran Tantrayana. Arca dengan aliran Tantrayana digambarkan dalam bentuk menyeramkan dan memiliki hiasan tengkorak. Umat Hindu melakukan upacara Tantrayana dengan tujuan untuk melindungi daerah Bumiayu dari serangan Raja Kertanegara yang melakukan ekspedisi Pamalayu ke Sumatera pada tahun 1275.
Hindu-Buddhist religion had known Tantrayana stream. Tantrayana was supernatural and had been taught
orally to its adherents. This stream had ever grown in the archipelago and the remains of revered statues were found in several sites in Indonesia. Tantrayana had also developed in Bumiayu site. An important issue is how the depiction of Hindu-Tantric statues in Bumiayu. This study aims to gain the types and characterictics of Hindu-Tantric statues in Bumiayu, and its relationship with other Tantric statues found in Sumatera (Padang Lawas and Sungai Langsat). The method used in this research is a qualitative method, by descriptive analysis and inductive reasoning. The result showed that the development of Hindu in Bumiayu began during 9th century, and then It had gotten Tantrayana influence. Some Hindu-Tantric statues were depicted in horrific form with skull ornaments. The aim of Hindu-Tantric follower performed their religious ceremonies was to protect Bumiayu from Kertanegara attack who did Pamalayu expedition to Sumatera in 1275.
Article Details
References
Budisantoso, Tri Marhaeni. 2000. “Analisis Candi Bumiayu 3”. Berita Penelitian Arkeologi Balai Arkeologi Palembang 5: 1-32.
Ferdinandus, Peter. 1993.”Peninggalan Arsitektur dari situs Bumiayu, Sumatera Selatan”. Amerta 13: 33-38.
Kartoatmodjo, M.M. Soekarto. 1993. Temuan Prasasti Boom Baru di Sumatera Selatan an Masalah Taman Sri Ksetra dari Kerajaan
Sriwjaya. Palembang: Museum Negeri Provinsi Sumatera Selatan Balaputadewa.
Magetsari, Nurhadi. 1997. “Candi Borobudur Rekonstruksi Agama dan Filsafatnya”. Disertasi. Depok: Universitas Indonesia.
Satari, Sri Soejatmi. 2002. Sebuah Situs Hindu di Sumatera Selatan: Temuan Kelompok Candi dan Arca di Bumiayu. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi dan Ecole Francaised’Extreme-Orient.
Siregar, Sondang M. 2001. “Tantrayana di Sumatera”. Siddhayatra 6 (1): 7-12.
_____. 2002. “Topeng-Topeng Tanah Liat dari Candi Bumiayu 3.” Siddhayatra 7(1): 1-4.
_____.2005. “Kompleks Percandian Bumiayu”. Berita Penelitian Arkeologi Balai Arkeologi Palembang 12: 1-25.
Suleiman, Satyawati. 1980. “Studi Ikonografi Masa Sailendra di Jawa dan Sumatera”. Hlm. 375-391 dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi cibulan 21-25 Februari 1977. Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional.
_____.1985. “Peninggalan-Peninggalan Purbakala di Padang Lawas.” Amerta 2: 23-38.
Surasmi, I Gusti Ayu. 2007. Jejak Tantrayana di Bali. Bali: CV Bali Media Adhikara.
Susanto, R.M. 1998. “Beberapa Bentuk Penjaga Candi.” Berkala Arkeologi Sangkhakala III:15-28.
Utomo, Bambang Budi. 1994. “Menyingkap Lumpur Lematang”. Hlm. C6-1-12 dalam Sriwijaya dalam Perspektif Arkeologi dan Sejarah. Palembang: Pemerintah Daerah Tingkat 1 Sumatera Selatan.
_____. 2011. Kebudayaan Zaman Klasik Indonesia di Batanghari. Jambi: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.