MODEL STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH ADAT BANJAR DI TELUK SELONG ULU

Main Article Content

Hartatik

Abstract

Rumah adat Banjar tipe Bubungan Tinggi dan Gajah Baliku di Teluk Selong Ulu, Kalimantan Selatan mempunyai bentuk dan bahan yang masih asli serta nilai penting bagi sejarah dan ilmu pengetahuan. Untuk kepentingan pariwisata, pemerintah membuat taman dan halaman parkir konblok beton dengan mengurung lahan rawa di depan dan samping rumah adat. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak pengelolaan dan membuat model pengelolaan kawasan rumah adat di Teluk Selong Ulu. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Untuk membuat model pengelolaan dilakukan dengan teknik Participatory Rural Apprasial (PRA), kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengembangan kawasan rumah adat telah menimbulkan dampak sosial yang meresahkan. Model pengelolaan dibuat dengan memperhatikan zonasi cagar budaya, melibatkan multi stakeholder baik pemerintah maupun masyarakat yang terkoordinir dan dilakukan secara berkelanjutan.Disimpulkan bahwa dengan strategi pengelolaan yang didasarkan pada prinsip pengelolaan sumber daya arkeologi dan kearifan lokal, maka kawasan rumah adat Banjar dapat dikembangkan dan dimanfaatkan optimal sebagai ikon dan kebanggaan budaya lokal.

The Banjarese traditional buildings such as Bubungan Tinggi and Gajah Baliku in Teluk Selong Ulu, South Kalimantan have the authenticity of the form and material, and the values of historical and knowledge. Government created a garden and parking lot with concrete floor by swamp land reclamation in front and side of the traditional houses for tourism benefit,. This paper aims to identify the impact of current management, and makes new applicable management  model of traditional house area in Teluk SelongUlu. The study was conducted by qualitative methods. Data were collected
by direct observation and in-depth interviews. The making of applicable management model is using Participatory Rural Appraisal (PRA), and analyzing by SWOT. The results show that the development of the traditional house area has a social impact, disturbing surrounding people. The applicable management model is made by paying attention on cultural heritage zoning and involving multiple stakeholders, both government and society, which are coordinated and carried out in a sustainable manner. It is concluded that the strategy is based on the principle of archaeological resources and local knowledge, so the area of Banjarese traditional house can be developed and used optimally as an icon and pride of the local culture.

Article Details

How to Cite
Hartatik. (2024). MODEL STRATEGI PENGELOLAAN RUMAH ADAT BANJAR DI TELUK SELONG ULU. Naditira Widya, 9(2), 147–164. Retrieved from https://ejournal.brin.go.id/nw/article/view/5729
Section
Articles

References

APCCU. 2013. The Workshop for Protection of Cultural Heritage in Martapura 2012. Cultural Heritage Protection Cooperation Office, Asia Pacific Cultural Centre for Unesco (APCCU).

Brannen, Julia.1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Samarinda: Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari.

Bungin, Burhan editor. 2003. “Menyusun Rancangan Penelitian Kualitatif.” dalam Analisis Data Kuantitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hartatik. 2014. Strategi Pengelolaan Kawasan Rumah Adat Banjar di Teluk Selong Ulu, Kabupaten Banjar: Pendekatan Pelestarian Sumber Daya Arkeologi dan Kearifan Lokal. Tesis. Banjarbaru: Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jakarta : Ditjen Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Lippsmeier, Georg. 1980. Bangunan Tropis (Tropenbau Building in the Tropics). Alih bahasa Syahmir Nasution dan editor oleh Purnomo Wahyu Indarto. Jakarta: Pener.

Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya.

Muchamad, Noor Bani dan Ira Mentayani. 2007. Anatomi Rumah Bubungan Tinggi. Banjarmasin: Pustaka Banua.

Mundardjito,. 2008. “Konsep Cultural Resource Management dan Kegiatan Pelestarian Arkeologi di Indonesia.” Hlm 7-22 dalam

Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Arkeologi XI, Solo 13-16 Juni 2008. Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia.

Nuryanti, Wiendu. 2005. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya dalam Konteks Pariwasata. Buletin Cagar Budaya. No. 4 Mei 2005.

Jakarta: Asdep Urusan Kepurbakalaan dan Permuseuman. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, hlm. 19-21.

Raharjo, Supratikno dan Hamdi Muluk. 2011. Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia. Jakarta: BPSD Budpar, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT. Edisi revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rossle, M dan Cleere, H. 2001. Cultural Landscapes. dalam World Conservation: Vision and Reality. The World Heritage Convention. IUCN, Rue Mauverney 28 CH-1196, Gland- Switzerland.

Saleh, Idwar. 1980/1981. Rumah Tradisional Banjar Rumah Bubungan Tinggi. Banjarbaru: Museum Negeri Lambung Mangkurat Provinsi Kalimantan Selatan.

Saptono, Nanang. 2013. “Pengelolaan Sumber Daya Alam Melalui Sektor Pariwisata di Kawasan Lindung Karangkamulyan, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.” Tesis. Bandung: Program Studi Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Univesitas Padjadjaran.

Seman, Syamsiar dan Irhamna. 2006. Arsitektur Tradisional Banjar Kalimantan Selatan Banjarmasin: Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Budaya Banjar.

Suprayogo, Imam danTobroni, 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tim Penelitian. 2012. “Verifikasi Cagar Budaya di Kecamatan Martapura Kota, Martapura Timur, Martapura Barat, dan Karang Intan Kabupaten Banjar.” Disbudparpora Kabupaten Banjar dan Balai Arkeologi Banjarmasin.