PERAN MAGIS-RELIGIUS BENGAWAN SOLO DALAM PENDIRIAN KOTA SURAKARTA ABAD KE-18

Main Article Content

Mimi Savitri

Abstract

The magical-religious role of Bengawan Solo (Solo River) in the establishment of Surakarta was crucial. It was related to mystical power, ghosts, or spirits of ancestors, especially those that reside at a confluence of two rivers. Belief in mystical power was the foundation of Javanese life, but not enough attention has been paid by historians as well as archaeologists. The aim of this research is to widen people’s insight about the belief of the Javanese people to the supernatural power and spirits that inhabited their dwelling places. Survey, phenomenology, and bibliographical study are the methods used to reveal more about the magical-religious role of the river. Results of the research are an understanding of the magical-religious role of Bengawan Solo in the establishment of Surakarta city as shown in the location of the city, which is close to the confluence of two rivers because such location is conceived as sacred, and the other is a belief to the Javanese cosmological concept that rivers are important to the establishment of city layout. It also proves that there is a continuity among the Javanese people who live around the Bengawan Solo from the past until nowadays. 


Peran magis religius Bengawan Solo adalah penting bagi pendirian Kota Surakarta. Peran ini berkaitan dengan kekuatan gaib, roh halus, dan atau roh-roh nenek moyang yang ada pada sungai khususnya di daerah pertemuan dua sungai. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib merupakan hal mendasar dalam kehidupan orang Jawa, akan tetapi hal tersebut kurang mendapat perhatian dari para ahli sejarah maupun arkeologi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperluas wawasan mengenai kepercayaan orang Jawa terhadap kekuatan gaib dan roh halus yang ada pada tempat tinggal mereka. Survei, fenomenologi, dan kajian pustaka adalah metode yang digunakan untuk mengungkap lebih dalam peran magis religius dari sungai tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah peran magis religius Bengawan Solo terhadap Kota Surakarta, yaitu daerah sekitar pertemuan dua sungai karena dianggap sakral dan kepercayaan terhadap konsep kosmologi Jawa, bahwa sungai merupakan bagian penting dalam pembentukan tata ruang kota. Penelitian ini sekaligus membuktikan adanya kontinuitas budaya yang hidup di masyarakat sekitar Bengawan Solo sejak dahulu hingga kini.

Article Details

How to Cite
Savitri, M. (2023). PERAN MAGIS-RELIGIUS BENGAWAN SOLO DALAM PENDIRIAN KOTA SURAKARTA ABAD KE-18. KALPATARU, 24(1), 37–46. Retrieved from https://ejournal.brin.go.id/kalpataru/article/view/2627
Section
Articles

References

Boechari. 1977. “Some Considerations of the Problems of the Shift of Mataram’s center of government from Central to East Java in the 10th century A.D.” dalam Bulletin of the Research Centre of Archaeology of Indonesia: 10. Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional.

Forshee, Jill. 2006. Culture and Customs of Indonesia. Westport: Greenwood Press.

Heine-Geldern, Robert von. 1942. “Conceptions of state and kingship in Southeast Asia”, The Far Eastern Quarterly, Vol.2, No. 1 (Nov., 1942), pp. 15-30.

Heins, Marleen ed. 2004. Karaton Surakarta.Jakarta: Buku Antar Bangsa.

Irfan, Nia Kurnia Sholihat. 1983. Kerajaan Sriwijaya. Jakarta: Girimukti Pasaka.

Jasadipura. 1941. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Balai Pustaka.

Koentjaraningrat. 1985. Javanese Culture. Oxford: Oxford University Press.

---------.1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Koestoro, Lucas Partanda, Wiradnyana, Ketut, dan Setiawan, Taufiqurrahman. 2011. “Arkeologi Kuantan Singingi, Riau dan Prospek Penelitian Paleolitiknya”, Berita Penelitian Arkeologi 26: 28-57.

Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa: Silang Budaya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Moedjanto, G. 1990. The Concept of Power in Javanese Culture. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muhaimin, Abdul Ghoffir. 2006. The Islamic Tradition of Cirebon: Ibadat and Adat Among Javanese Muslims. Canberra: ANU E Press.

Nurhajarini, Dwi Ratna. 1999. Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Olthof, W.L. (ed.). 1941. Poenika Serat Babad Tanah Djawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegi Ing Taoen 1647: Kaetjap Wonten Ing Tanah Nèderlan Ing Taoen Welandi. ‘s-Gravenhage: Nijhoff.

Poedjosoedarmo, Soepomo dan Ricklefs, M.C. 1972. “A consideration of Three Versions of the Babad Tanah Djawi, with Excerpts on the Fall of Madjapahit”. Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, 35 (2), 285-315.

Poerbatjaraka. 1952. Riwajat Indonesia. Jakarta: Jajasan Pembangunan.

Poesponegoro, Marwati Djoened et. al. 1993. Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

Ricklefs, M.C. 1974. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sajid, R.M. 1984. Babad Sala. Surakarta: Reksopustoko.

Savitri, Mimi. 2015. “Sustaining The Layout of The Javanese City Centre (17451942): The Embodiment of The Sunan’s Power in Surakarta,” Disertasi. London: School of Oriental and African Studies.

Schrieke, B. 1957. Indonesian Sociological Studies: Ruler and Realm in Early Java. The Hague: W. van Hoeve ltd.

Soeratman, Darsiti. 2000. Kehidupan dunia Kraton Surakarta 1830-1939. Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

Susetyo, Sukawati. 2009. “Latar Belakang Pemilihan lokasi Padang Lawas sebagai Situs Percandian”, Naditira Widya Vol. 3 No. 1: 29-39. Banjarmasin: Balar Banjarmasin.

Suyono, Capt. R. P. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKIS.

Tiknopranoto. Tanpa tahun. Sejarah kutha Sala. Solo: TB Pelajar.

Tilley, Christoper. 1994. A Phenomenology of Landscape Places, Paths and Monuments. Oxford: Berg.

Tjahjono, Subur. 2008. Ekspedisi Bengawan Solo: Laporan Jurnalistik Kompas. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

van Leur. 1960. Indonesian Trade and Society. Bandung: Sumur Bandung.

Yamin, Muhammad. 1962. Tatanegara Madjapahit. Parwa II. Jakarta: Jajasan Prapantja.